Tujuan didirikan museum ini adalah untuk mengabadikan jasa-jasa perjuangan RA Kartini dengan cara mendokumentasikan, memamerkan, dan memvisualkan benda-benda bersejarah peninggalan milik kakak kandungnya serta benda warisan budaya lainnya yang banyak ditemukan di daerah Kabupaten Jepara. Gedung museum dibangun di atas areal seluas 5.210 m2 dengan luas bangunan 890 m2 dan terdiri dari tiga buah gedung. Bila dilihat dari atas, maka gedung tersebut berbentuk huruf K, T, N, yang merupakan singkatan dari KARTINI.
Gedung N sementara digunakan untuk Rang Kesenian Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Jepara. Adapun penyajian ruang koleksi dibagi menjadi empat ruangan sebagai berikut :
RUANG I
Ruang ini berisi koleksi peninggalan RA Kartini berupa benda-benda dan foto-foto miliknya semasa masih hidup antara lain :
- satu set meja kursi tamu yang masih asli terbuat dari kayu jati dengan ukiran khas motif Jawa kuno
- Lukisan wajah beliau pada saat melangsungkan pernikahannya dengan Bupati Rembang, Raden Mas Adipati Djoyodiningrat pada tanggal 12 Nopember 1903
- Foto contoh tulisan dalam bahasa Belanda yang ditujukan kepada sahabatnya di negeri Holland
- Foto putera satu-satunya yaitu Raden Mas Singgih
- Foto ayahandanya, RMAA. Sosroningrat
- Foto ibu kandungnya, MA. Ngasirah
- Meja belajar
- Piring dan mangkok
- Hasil keterampilan tangan muridnya berupa renda
- Alat untuk membatik berupa canting
- Silsilah RA Kartini
- Serambi belakang pendopo Kabupaten
- Botekan ( sebuah tempat untuk menyimpan jamu sebagai persiapan pada saat RA Kartini akan dilahirkan )
- Mesin jahit kepunyaan muridnya
RUANG II
Di ruang ini kita akan menjumpai benda-benda peninggalan maupun foto- foto dari kakak kandungnya, Drs. RMP. Sosrokartono. Tokoh yang turut berjuang dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia sekaligus sebagai motivator dan pendorong bagi cita-cita mulia RA Kartini, menguasai 26 jenis bahasa dan pandai dalam bidang pengobatan dengan menggunakan “Air Putih” sebagai media perantara. Beliau terkenal dengan sebutan “Joko Pring” atau “Mandor Klungsu” dan orang-orang sering memanggil beliau dengan julukan “Ndoro Sosro”. Selain itu beliau terkenal lewat ilmunya “Catur Murti” yaitu perpaduan antara ucapan, perasaan, pikiran, dan perbuatan. Menurut ajaran ilmu tersebut bilamana orang menguasai dan mampu memadukan keempat unsure di atas niscaya orang itu akan menjadi manusia yang sejati (Jawa : Mumpuni). Beberapa benda peninggalan dan foto-foto yang ada di ruangan ini antara lain:
- Kursi-kursi untuk antri para pasien yang kondisinya masih asli
- kursi sofa untuk istirahat
- tempat pengobatan sekaligus tempat pembaringan terakhir pada saat beliau wafat
- foto gambar gunung Lawu dan Merapi yang diambil tidak melalui pesawat terbang maupun satelit, namun dari suatu tempat tertentu dengan kekuatan ilmu yang dimilikinya
- ruang semedi
- meja marmer asli
- gambar huruf Alif yang terpasang pada bingkai sebagai tanda untuk mengetahui berhasil atau tidaknya dalam mengobati pasien - dll.
Ruang III
Benda-benda yang ada di ruangan ini meliputi benda-benda purbakala periode abad VII yaitu peninggalan Ratu Shima.Ratu Shima adalah penguasa kerajaan Kalingga di daerah Keling Kabupaten Jepara
Foto beberapa barang kerajaan yang terbuat dari emas dan platina
patung arca trimurti dan siwa mahaguru
yoni dan lingga
kepingan mata uang gopeng yang terbuat dari logam
potongan ornament batu berukir yang sekarang ini masih dapat dilihat pada dinding masjid Mantingan Jepara
Seperangkat gamelan kuno, bak mandi dan guci untuk menyimpan air yang terbuat dari tanah liat
Beberapa barang keramik yang ditemukan di sekitar perairan Karimunjawa, dll.
Selain benda-benda di atas disajikan pula beberapa contoh barang hasil kerajinan dari Jepara yang terkenal yaitu:
- Ukir-ukiran
- Tenun ikat tradisional dari desa Troso
- Monel (logam baja putih) yang tidak berkarat atau stenlis steel
- Keramik
- Rotan dan Anyaman bambu.
- Rattan and Bamboo souvenir
Ruang IV
Di ruang ini dapat kita lihat kerangka ikan raksasa “Joko Tuo” yang panjangnya 16 meter dan lebar 2 meter dengan berat 6 ton. Ikan tersebut ditemukan tahun 1989 di Pulau Karimunjawa dalam keadaan mati namun masih ada sisa-sisa dagingnya. Menurut pakar sejarah /arkeologis bahwa ikan ini sebangsa ikan gajah, karena pada bagian kepalanya terdapat semacam gading seperti yang dimiliki hewan gajah serta ada bahasa latin dan spesies khusus untuk hewan tersebut. Namun kebanyakan para pengunjung menyebut ikan itu dengan nama ikan Paus.
[sumber:seputarjeparaku]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar