Kyai Saleh Darat, Sosok Pendidik
Setiap tanggal 10 Syawal makam Kyai Saleh Darat banyak dikunjungi peziarah dari berbagai kota pesisir pantai utara Jawa Tengah , seperti Tegal, Solo, Pekalongan, Kendal, Kabupaten Semarang, Demak, Pati, dan Grobogan. Pengunjung kebanyakan datang pagi-pagi, namun sebagian sudah menginap di tempat itu beberapa hari sebelumnya. KH. Saleh Darat merupakan sosok ulama yang memilki andil besar dalam penyebaran Islam di Pantai Utara jawa Khususnnya di Semarang. Lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Jepara, sekitar tahun 1820. Dalam kitab-kitab yang ditulisnya, dia menggunakan nama Syeikh Haji Muhammad Shalih bin Umar Al-Samarani. Sebutan kata ”Darat” di belakang namanya adalah sebutan masyarakat untuk menunjukkan tempat dia tinggal, yakni di Kampung Darat, Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara. Ayahnya, KH Umar, adalah ulama terkemuka yang dipercaya Pangeran Diponegoro dalam perang melawan Belanda di wilayah pesisir utara.
Salah satu peninggalan purbakala di daerah pesiri utara Jawa Tengah dikenal dengan nama Kompleks Makam dan Masjid Mantingan. Secara administratif kompleks ini berada di Desa Mantingan, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Tokoh yang dimakamkan di sini adalah Ratu Kalinyamat beserta kerabatnya. Ia adalah anak R. Trenggana dari Sultan Demak yang kawin dengan Adipati Jepara (Mulyono, 1968: 280). Makam ini terletak di sebelah timur masjid yang sangat menarik karena memiliki hiasan-hiasan unik antara lain relief berbentuk binatang yang distilir.
Diperkirakan pendirian masjid pada abad XVI karena di atas mihrab masjid terdapat sengkala yang berbunyi “rupa brahmana warna sari” yang berarti 1481 Saka atau 1559 Masehi (Bosch, 1930: 52). Bangunan yang sekarang tidak semuanya asli dari masa itu, sudah berubah karena telah beberapa kali mengalami pemugaran.
Menurut Knabel yang mengunjungi Mantingan pada 1910 (ROC, 1910: 166-167) bahwa Masjid Mantingan terbuat dari bata merah, atapnya bersusun tiga, dan memiliki tiga pintu yang masing-masing berdaun pintu ganda; ketiga pintu ini menyebabkan dinding di bagian depan terbagi menjadi empat bidang. Pada dinding ini terdapat relief rendah, dalam panel-panel. Pada setiap bidang tembok terdapat tujuh panel berelief yang tersusun dari atas ke bawah, sehingga dalam empat bidang seluruhnya ada 28 panel. Di kiri kanan masing-masing deretan panel berelief terdapat hiasan berbentuk kelelawar, demikian juga di tiap-tiap pintu, sehingga jumlah seluruhnya 64 buah. Hiasan medalion bulat yang juga terdapat di dinding yang terletak di kiri kanan tangga naik menuju masjid, pada masing-masing sisi terdapat empat panel.
Tahun 1927 Kompleks Mantingan dipugar, menggunakan semen dan kapur sehingga merusak kekunaan dan keasliannya. Bangunan baru ini telah ditempelkan pada panel relief yang berasal dari masjid lama yang dibangun pada 1559 Masehi. Papan-papan batu berelief ini sebagian besar diletakkan di kanan-kiri atas tiga pintu yang terdapat pada dinding serambi masjid, kemudian ada yang dipasang di dinding bawah, dinding luar dan sudut-sudut bangunan.
Sekitar tahun 1978-1981, Masjid Mantingan kembali dipugar. Dalam kegiatan pemugaran berhasil ditemukan enam panel yang berelief di kedua belah sisinya, sejumlah besar balok-balok batu putih dan juga suatu fondasi bangunan kuna (Kusen, 1989, 122). Pemugaran yang terakhir ini telah mengakibatkan perubahan bentuk masjid yang atapnya dahulu bersusun tiga, kini beratap satu, tiang serambi depan dibongkar dan reliefnya dipindah. Di sisi kanan dan kiri terdapat tambahan ruangan sehingga bidang dindingnya menjadi enam bidang dan masing-masing bidang terdapat panel berelief.
Sosok Pendidik
Banyak satri yang belajar kepada beliau untuk memperdalam ilmu dan menjadi ulama besar yang menyebarkan ajaran Islam, bahkan dua orang murid menjadi ulama terkenal yaitu KH Hasyim Asy’ari yang kemudian mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) dan KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) selain itu ada juga KH Mahfudz (pendiri Pondok Pesantren Termas, Pacitan), KH Idris (pendiri Pondok Pesantren Jamsaren, Solo), KH Sya’ban (ulama ahli falaq dari Semarang), Penghulu Tafsir Anom dari Keraton Surakarta, KH Dalhar (pendiri Ponpes Watucongol, Muntilan), dan Kiai Moenawir (Krapyak, Yogyakarta).Selain itu beliau juga merupakan guru spiritualitas RA. Kartini. Dengan demikian dapat dikatakan, Kiai Saleh Darat merupakan guru bagi ulama-ulama besar di Tanah Jawa. Bahkan Nusantara.
Kiai Saleh Darat memperingatkan kepada orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dalam keimanannya, bahwa ia akan jatuh pada pemahaman atau keyakinan yang sesat. Dalam Kitab Tarjamah Sabil al-‘Abid ‘Ala Jauharah al-Tauhid, KH Sholeh Darat memberikan nasehat bahwa, orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan sama sekali dalam keimanannya, akan jatuh pada paham dan pemahaman yang sesat. Sebagai misal, paham kebatinan menegaskan bahwa amal yang diterima oleh Allah Ta ’Ala adalah amaliyah hati yang dipararelkan dengan paham manunggaling kawulo Gusti-nya Syaikh Siti Jenar dan berakhir tragis pada perilaku taklid buta. Iman orang taklid tidak sah menurut ulama muhaqqiqin, demikian tegasnya. Lebih jauh diperingatkan juga, agar masyarakat awam tak terpesona oleh kelakuan orang yang mengaku memiliki ilmu hakekat tapi meninggalkan amalan-amalan syariat lainnya, seperti sholat dan amalan fardhu lainnya. Kemaksiatan berbungkus kebaikan tetap saja namanya kebatilan, demikian inti petuah religius beliau.
Sebagai ulama yang berpikiran maju, ia senantiasa menekankan perlunya ikhtiar dan kerja keras, setelah itu baru bertawakal, menyerahkan semuanya pada Allah. Ia sangat mencela orang yang tidak mau bekerja keras karena memandang segala nasibnya telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Ia juga tidak setuju dengan teori kebebasan manusia yang menempatkan manusia sebagai pencipta hakiki atas segala perbuatan. Tradisi berpikir kritis dan mengajarkan ilmu agama ini terus dikembangkan hingga akhir hayatnya.
Tulisan Kyai Saleh Darat
KH Saleh darat banyak menulis kitab-kitab dengan menggunakan bahasa PEGON ( hurup Arab dengan menggunakan Bahasa Jawa) Bahkan Dialah pelopor penulisan buku-buku agama dalam bahasa Jawa. Beliau pula yg menterjemahkan Alquran yakni Kitab Faid ar-Rahman yang merupakan Tafsir pertama di Nusantara yang ditulis dengan Hurup Pegon, Terjemahan Alquran dalam aneka versi bahasa, bukan hal asing lagi sekarang. Pada Jaman itu pemerintah Hindia Belanda membuat larangan penterjemahan kitab suci Al-Qur’an akan tetapi beliau mampu mensiasati situasi demikian dengan menulisnya karyanya menggunakan arab jawa atau Pegon maka dengan demikian tidak diketahui oleh Belanda. Karya karya beliau lainnya adalah Kitab Majmu’ah asy-Syariah, Al Kafiyah li al-’Awwam (Buku Kumpulan Syariat yang Pantas bagi Orang Awam), dan kitab Munjiyat (Buku tentang Penyelamat) yang merupakan saduran dari buku Ihya’ ‘Ulum ad-Din karya Imam Al Ghazali, Kitab Al Hikam (Buku tentang Hikmah), Kitab Lata’if at-Taharah (Buku tentang Rahasia Bersuci), Kitab Manasik al-Hajj, Kitab Pasalatan, Tarjamah Sabil Al-’Abid ‘ala Jauharah at-Tauhid, Mursyid al Wajiz, Minhaj al-Atqiya’, Kitab hadis al-Mi’raj, dan Kitab Asrar as-Salah.Hingga kini Karya-karya beliau masih di baca di pondok-pondok pesantren Di jawa.
Mempengaruhi Pemikiran RA. Kartini
KH Saleh Darat sangat mempengaruhi pemikiran pejuang wanita Indonesia yaitu RA Kartini, hadiah paling berharga dalam pernikahannya adalah kitab-kitab yang diterjemahkan dengan huruf pegon dengan demikian RA Kartini mampu mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an. Judul tulisannya “Habis Gelap Terbitlah Terang” terinspirasi dari penggalan ayat : “mina dzulumati ila nur“. Kartini sungguh girang menerima hadiah itu, dalam kesempatan mengikuti pengajian Kyai Saleh Darat di Pendopo Kasultanan Demak mengungkapkan: ”Selama ini surat Al Fatihah gelap bagi saya, saya tidak mengerti sedikit pun akan maknanya, tetapi sejak hari ini ia menjadi terang benderang sampai kepada makna yang tersirat sekali pun, karena Romo Kiai menjelaskannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami”.
(sumber: Kompas.com)
Salah satu peninggalan purbakala di daerah pesiri utara Jawa Tengah dikenal dengan nama Kompleks Makam dan Masjid Mantingan. Secara administratif kompleks ini berada di Desa Mantingan, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Tokoh yang dimakamkan di sini adalah Ratu Kalinyamat beserta kerabatnya. Ia adalah anak R. Trenggana dari Sultan Demak yang kawin dengan Adipati Jepara (Mulyono, 1968: 280). Makam ini terletak di sebelah timur masjid yang sangat menarik karena memiliki hiasan-hiasan unik antara lain relief berbentuk binatang yang distilir.
Diperkirakan pendirian masjid pada abad XVI karena di atas mihrab masjid terdapat sengkala yang berbunyi “rupa brahmana warna sari” yang berarti 1481 Saka atau 1559 Masehi (Bosch, 1930: 52). Bangunan yang sekarang tidak semuanya asli dari masa itu, sudah berubah karena telah beberapa kali mengalami pemugaran.
Menurut Knabel yang mengunjungi Mantingan pada 1910 (ROC, 1910: 166-167) bahwa Masjid Mantingan terbuat dari bata merah, atapnya bersusun tiga, dan memiliki tiga pintu yang masing-masing berdaun pintu ganda; ketiga pintu ini menyebabkan dinding di bagian depan terbagi menjadi empat bidang. Pada dinding ini terdapat relief rendah, dalam panel-panel. Pada setiap bidang tembok terdapat tujuh panel berelief yang tersusun dari atas ke bawah, sehingga dalam empat bidang seluruhnya ada 28 panel. Di kiri kanan masing-masing deretan panel berelief terdapat hiasan berbentuk kelelawar, demikian juga di tiap-tiap pintu, sehingga jumlah seluruhnya 64 buah. Hiasan medalion bulat yang juga terdapat di dinding yang terletak di kiri kanan tangga naik menuju masjid, pada masing-masing sisi terdapat empat panel.
Tahun 1927 Kompleks Mantingan dipugar, menggunakan semen dan kapur sehingga merusak kekunaan dan keasliannya. Bangunan baru ini telah ditempelkan pada panel relief yang berasal dari masjid lama yang dibangun pada 1559 Masehi. Papan-papan batu berelief ini sebagian besar diletakkan di kanan-kiri atas tiga pintu yang terdapat pada dinding serambi masjid, kemudian ada yang dipasang di dinding bawah, dinding luar dan sudut-sudut bangunan.
Sekitar tahun 1978-1981, Masjid Mantingan kembali dipugar. Dalam kegiatan pemugaran berhasil ditemukan enam panel yang berelief di kedua belah sisinya, sejumlah besar balok-balok batu putih dan juga suatu fondasi bangunan kuna (Kusen, 1989, 122). Pemugaran yang terakhir ini telah mengakibatkan perubahan bentuk masjid yang atapnya dahulu bersusun tiga, kini beratap satu, tiang serambi depan dibongkar dan reliefnya dipindah. Di sisi kanan dan kiri terdapat tambahan ruangan sehingga bidang dindingnya menjadi enam bidang dan masing-masing bidang terdapat panel berelief.
Sosok Pendidik
Banyak satri yang belajar kepada beliau untuk memperdalam ilmu dan menjadi ulama besar yang menyebarkan ajaran Islam, bahkan dua orang murid menjadi ulama terkenal yaitu KH Hasyim Asy’ari yang kemudian mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) dan KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) selain itu ada juga KH Mahfudz (pendiri Pondok Pesantren Termas, Pacitan), KH Idris (pendiri Pondok Pesantren Jamsaren, Solo), KH Sya’ban (ulama ahli falaq dari Semarang), Penghulu Tafsir Anom dari Keraton Surakarta, KH Dalhar (pendiri Ponpes Watucongol, Muntilan), dan Kiai Moenawir (Krapyak, Yogyakarta).Selain itu beliau juga merupakan guru spiritualitas RA. Kartini. Dengan demikian dapat dikatakan, Kiai Saleh Darat merupakan guru bagi ulama-ulama besar di Tanah Jawa. Bahkan Nusantara.
Kiai Saleh Darat memperingatkan kepada orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dalam keimanannya, bahwa ia akan jatuh pada pemahaman atau keyakinan yang sesat. Dalam Kitab Tarjamah Sabil al-‘Abid ‘Ala Jauharah al-Tauhid, KH Sholeh Darat memberikan nasehat bahwa, orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan sama sekali dalam keimanannya, akan jatuh pada paham dan pemahaman yang sesat. Sebagai misal, paham kebatinan menegaskan bahwa amal yang diterima oleh Allah Ta ’Ala adalah amaliyah hati yang dipararelkan dengan paham manunggaling kawulo Gusti-nya Syaikh Siti Jenar dan berakhir tragis pada perilaku taklid buta. Iman orang taklid tidak sah menurut ulama muhaqqiqin, demikian tegasnya. Lebih jauh diperingatkan juga, agar masyarakat awam tak terpesona oleh kelakuan orang yang mengaku memiliki ilmu hakekat tapi meninggalkan amalan-amalan syariat lainnya, seperti sholat dan amalan fardhu lainnya. Kemaksiatan berbungkus kebaikan tetap saja namanya kebatilan, demikian inti petuah religius beliau.
Sebagai ulama yang berpikiran maju, ia senantiasa menekankan perlunya ikhtiar dan kerja keras, setelah itu baru bertawakal, menyerahkan semuanya pada Allah. Ia sangat mencela orang yang tidak mau bekerja keras karena memandang segala nasibnya telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Ia juga tidak setuju dengan teori kebebasan manusia yang menempatkan manusia sebagai pencipta hakiki atas segala perbuatan. Tradisi berpikir kritis dan mengajarkan ilmu agama ini terus dikembangkan hingga akhir hayatnya.
Tulisan Kyai Saleh Darat
KH Saleh darat banyak menulis kitab-kitab dengan menggunakan bahasa PEGON ( hurup Arab dengan menggunakan Bahasa Jawa) Bahkan Dialah pelopor penulisan buku-buku agama dalam bahasa Jawa. Beliau pula yg menterjemahkan Alquran yakni Kitab Faid ar-Rahman yang merupakan Tafsir pertama di Nusantara yang ditulis dengan Hurup Pegon, Terjemahan Alquran dalam aneka versi bahasa, bukan hal asing lagi sekarang. Pada Jaman itu pemerintah Hindia Belanda membuat larangan penterjemahan kitab suci Al-Qur’an akan tetapi beliau mampu mensiasati situasi demikian dengan menulisnya karyanya menggunakan arab jawa atau Pegon maka dengan demikian tidak diketahui oleh Belanda. Karya karya beliau lainnya adalah Kitab Majmu’ah asy-Syariah, Al Kafiyah li al-’Awwam (Buku Kumpulan Syariat yang Pantas bagi Orang Awam), dan kitab Munjiyat (Buku tentang Penyelamat) yang merupakan saduran dari buku Ihya’ ‘Ulum ad-Din karya Imam Al Ghazali, Kitab Al Hikam (Buku tentang Hikmah), Kitab Lata’if at-Taharah (Buku tentang Rahasia Bersuci), Kitab Manasik al-Hajj, Kitab Pasalatan, Tarjamah Sabil Al-’Abid ‘ala Jauharah at-Tauhid, Mursyid al Wajiz, Minhaj al-Atqiya’, Kitab hadis al-Mi’raj, dan Kitab Asrar as-Salah.Hingga kini Karya-karya beliau masih di baca di pondok-pondok pesantren Di jawa.
Mempengaruhi Pemikiran RA. Kartini
KH Saleh Darat sangat mempengaruhi pemikiran pejuang wanita Indonesia yaitu RA Kartini, hadiah paling berharga dalam pernikahannya adalah kitab-kitab yang diterjemahkan dengan huruf pegon dengan demikian RA Kartini mampu mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an. Judul tulisannya “Habis Gelap Terbitlah Terang” terinspirasi dari penggalan ayat : “mina dzulumati ila nur“. Kartini sungguh girang menerima hadiah itu, dalam kesempatan mengikuti pengajian Kyai Saleh Darat di Pendopo Kasultanan Demak mengungkapkan: ”Selama ini surat Al Fatihah gelap bagi saya, saya tidak mengerti sedikit pun akan maknanya, tetapi sejak hari ini ia menjadi terang benderang sampai kepada makna yang tersirat sekali pun, karena Romo Kiai menjelaskannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami”.
(sumber: Kompas.com)
cikal bakal mbak sholeh darat