Tradisi Beratan, banyak bus di Jepara

Salah satu pedagang, menjual bis mainan-
menjelang beratan di jepara
Jepara-Menjelang Ramadhan, banyak lowongan sopir. Bus-bus itu juga tidak akan muat untuk dimasuki oleh seorang sopir sekalipun, apalagi diisi banyak penumpang. Bus-bus yang nganggur itu tak mungkin disewa oleh agen-agen wisata. Agen-agen kewalahan melayani permintaan, mustahil mendapatkan yang diinginkan tanpa memesan jauh-jauh hari.

Di sekitar pasar Pecangaan dan Kalinyamatan, dua kecamatan yang terletak 15 Km sebelah selatan kota Jepara. Senang dan tawa terpancar dari wajah mereka sampai larut malam, menikmati masa kanak-kanak yang spontan, ekspresif, tanpa beban dan dosa. Dan ditarik dengan tali untuk mengemudikannya. Mungkin maksudnya agar tidak ada diskriminasi gender, mobil-mobilan untuk anak laki-laki, lampion diperuntukkan untuk anak perempuan. Bus ini hanya miniatur, karya mainan yang dijual untuk anak-anak.

Selain itu barang dagangannya bukan hanya bus mainan saja, tapi juga ada yang disebut impes atau lampion. Berjajarnya mainan mobil-mobilan, khusunya jenis bus selalu menjadi pemandangan yang lumrah pra bulan puasa. Puas sekali menjadi sopir bus dalam semalam yang penuh berkah., jangan salah paham dulu.Ini merupakan tradisi beratan yang ada di jepara.

Tradisi Beratan secara filosofis historis masih simpang siur, ada yang berpendapat merupakan acara simbolis, mengulang peristiwa mengiringi dengan obor akan jenazah Sultan Hadlirin, suami Ratu Kalinyamat Jepara yang wafat di Kudus.

Kegiatan dipusatkan di Masjid Al Makmur Desa Kriyan Kecamatan Kalinyamatan. Mereka tetap berada di masjid / musholla untuk berdo’a bersama. Surat Yasin dibaca tiga kali secara bersama-sama dilanjutkan shalat isya berjamaah. Ritualnya sederhana, yaitu setelah shalat maghrib, umat islam desa setempat tidak langsung pulang.setelah itu makan (bancaan) nasi puli dan melepas arak-arakan.Puli terbuat dari bahan beras dan ketan yang ditumbuk halus dan dimakan dengan kelapa yang dibakar atau tanpa dibakar.

Dari sisi agama, tradisi ini dianggap sebagai ritual penyucian diri bagi umat islam, apalagi pelaksanaannya menjelang puasa bulan Ramadhan. Selain itu, tradisi ini menggambarkan semangat dan optimisme dalam menjalani hidup, disamping keteguhan dalam menghadapi berbagai cobaan. Semua itu terangkum dalam do’а nishfu syakban yang dipanjatkan. [situs berita online.com]

Poskan Komentar


Sekarang Bisa Komentar Tanpa Harus Login.